Kedudukan Zakat Dalam Sistem Hukum Indonesia Dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Wajib Pajak Orang Pribadi
Abstract
Sistem hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama dipedomani karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara. Salah satu hukum agama yang diatur oleh Negara adalah zakat. Zakat diatur di dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Pada UU Zakat tahun 1999 pasal 14 ayat (3) menyatakan bahwa zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mulai 1 Januari 2001 wajib pajak yang beragama Islam dapat memasukkan Zakat sebagai pengurang penghasilan (dengan melampirkan bukti setor zakat dari lembaga amil zakat yang ditetapkan pemerintah) pada Formulir 1770 SPT Tahun PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.